KH Muhammad Nur (1): Lentera di Pedalaman

2,168 kali dibaca

Jika, khususnya, di Desa Moncek Tengah Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep, Madura kini banyak masjid dan pondok pesantren serta terbangun masyarakat dengan tradisi keagamaan yang kuat, tak lain salah satunya adalah buah dari perjuangan KH Muhammad Nur. Ibarat lentera dalam kegelapan, begitulah masyarakat setempat menyebut peran penting sosoknya puluhan tahun lalu.

KH Muhammad Nur, yang memiliki nama lahir Shumu, lahir pada 1883 di Desa Sasar, Sumenep, dan wafat pada 1960 di Desa di Moncek Tengah. Shumu pindah dan menetap di Moncek Tengah setelah pada usia 20 tahun menikahi Ny Jaani. Di kampung istrinya ini, Shumu menetap di daerah pedalaman di lereng bukit desa.

Advertisements

Berdasarkan buku silsilah keluarga, Shumu merupakan putra dari pasangan KH Abdul Karim dan Ny Hj Siti Halimah. Sementara, KH Abdul Karim adalah putra dari KH  Zaidin bin Syekh Farwiyah bin Syekh Rembang bin Syekh Umar Al-Yamany dari Kudus.

Menurut cerita salah seorang putrinya, Ny Rahmatun (yang meninggal dua tahun lalu), Shumu mengganti namanya menjadi Muhammad Nur sepulang dari ibadah haji di tanah suci Mekkah. Dari pernikahan pertamanya dengan Ny Jaani, Muhammad Nur dikarunia 13 orang anak. Setelah istri pertamanya meninggal, ia menikah lagi dengan Ny Zahrah dan dikaruniai 5 orang anak. Kemudian, setelah istri keduanya itu meninggal, maka untuk yang ketiga kalinya, Muhammad Nur menikah dengan Ny Atma. Dari pernikahan terakhirnya ini, Muhammad Nur dikarunia 3 orang anak.

KH Muhammad Nur merupakan santri dari Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep. Bahkan, KH Muhammad Nur berguru langsung KH Syarqawi. Muhammad Nur tergolong sebagai santri yang haus akan ilmu. Terbukti, meskipun sudah menikah dan membangun keluarga sendiri, Muhammad Nur tak pernah berhenti mengaji.

Setelah beristri, ia menjadi santro kalong. Saban waktu datang ke Pondok Annuqayah untuk sorogan, mengaji langsung kepada gurunya, KH Syarqawi. Ilmu yang diperolehnya itu kemudian diamalkan dan diajarkan kepada masyarakat di kampung barunya.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

3 Replies to “KH Muhammad Nur (1): Lentera di Pedalaman”

Tinggalkan Balasan