KH Husein Muhammad (3): Pelopor Fikih Feminis

1,317 kali dibaca

Keluar dari belenggu normatif, KH Husein Muhammad menjadi tokoh yang paling getol menggulirkan isu-isu fikih feminis dalam berbagai karayaanya. Dalam pandangannya, fikih adalah produk pemikiran sehingga harus tetap dinamis, bukan kaku-beku. Maka, fikih tentang kesetaraan gender tak lagi tabu.

Memang, pada hakikatnya fikih adalah hasil pikiran-pikiran cerdas dengan basis teks-teks keagamaan Islam, yakni al-Quran dan Hadis. Pikiran-pikiran ini selalu berada dalam ruang dan waktu. Karena itu, terdapat faktor relativitas dan bersifat dinamis.

Advertisements

Dengan begitu, tidaklah mengherankan jika dalam fikih seringkali kita menemukan sejumlah pikiran yang kontroversial, meski ada juga yang mensakralkannya, menganggap bahwa fikih adalah produk yang tetap dan statis. Padahal, fikih merupakan hasil dari sebuah pemikiran seseorang (ijtihad). Oleh karena itu, dalam fikih harus dilakukan pembacaan yang lebih tepat yakni pembacaan yang sesuai dengan konteks kontemporer.

Konsekuensi logis akibat tidak mempelajari fikih secara mendalam adalah terperosok ke dalam kekeliruan memandang hukum Islam. Seperti halnya yang dijelaskan dalam karya KH Husein Muhammad, Fiqih Perempuan dan Feminisme, kekeliruan itu diantaranya: (1) Masalah syariat sering dicampuradukkan dengan masalah fikih, (2) Sering men-generalisasi suatu kasus yang berlaku khusus, (3) Pendapat seorang ulama yang belum tentu kuat sandaran hukumnya sering dianggap sebagai pendapat yang mewakili Islam tentang perempuan.

Menurut KH. Husein Muhammad, fikih selama ini hanya dipahami sebagai hukum agama yang normatif. Segala keputusannya tidak boleh dikritisi. Fungsinya hanya mengatur tingkah laku seseorang, benar dan salah, halal dan haram, dan seterusnya. Karena keterkaitannya dengan agama, maka fikih mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk sebuah keyakinan dan perilaku pada masyarakat. Bahkan aspek ajaran agama lainnya seperti teologi, tasawuf atau akhlak terkalahkan oleh fikih seakan-akan fikih yang sepenuhnya mengatur segala aspek kehidupan.[1]

Seperti halnya terdapat pada salah satu kitab ‘Uquud al-Lujain fii Bayaan Huquuq al-Zujain  karangan Syekh Muhammad Umar an-Nawawi, yang menjelaskan persoalan dalam pembagian kerja secara seksual yang tertutup dari pilihan-pilihan pribadi (freedom of choice). Hal yang memperparah dari anggapan ini adalah satu-satunya yang harus dipilih oleh seorang perempuan, dan adanya pembenaran teologis dalam pembagian kinerja tersebut.[2]

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

2 Replies to “KH Husein Muhammad (3): Pelopor Fikih Feminis”

Tinggalkan Balasan