KH Ahmad Safradji, Istikamah dan Rajin Menulis

1,270 kali dibaca

Lahir keluarga yang sederhana tak menghalangi Ahmad Safradji untuk menjadi orang yang luar biasa. Berkat optimisme dan ketekunannya, ia kemudian menjadi seorang kiai kharismatik, dan menelurkan banyak buku.

Sebagai orang yang dibesarkan keluarga sederhana, KH Ahmad Safradji yang lahir di Sumenep, Madura, pada 10 Juni 1957 ini lebih memilih menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Annuquya Guluk-Guluk Sumenep. Di pesantren inilah Ahmad Safradji mulai tekun mempelajari berbagai ilmu agama, mulai dari nahu, saraf, fiqih, dan kitab-kitab kuning.

Advertisements

Selama di pesantren, menurut cerita salah satu saudara kandungnya, Ustaz Erfan, KH Ahmad Safradji dikenal sebagai santri yang istikamah dan tekun dalam belajar. Salah contohnya, saban hari KH Ahmad Safradji selalu tidur lebih awal, dan bangun juga lebih awal. Dengan bangun lebih awal, ia punya waktu untuk melaksanakan salat tahajud dan kemudian belajar.

Setelah lulus dari pesantren, Ahmad Safradji muda yang memiliki ghirah tinggi akan ilmu sebenarnya mempunyai cita-cita untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Akan tetapi, karena pada waktu itu faktor ekonomi dari pihak keluarga tidak mendukukung, ia terpaksa harus berhenti dari pondok pesantren.

Tapi rupanya Tuhan telah menyiapkan jalan bagi perjalanan hidup Ahmad Safradji. Setelah beberapa tahun keluar dari pondok, suatu hari Ahmad Safradji memperoleh petunjuk berupa seorang wanita yang harus dinikahi.

Perempuan harus ia nikahi Dewi Kholifah, putri Nyai Hj Aqidah Usymuni, yang ketika itu menjadi pengasuh Pondok Pesantren Aqidah Usymuni Sumenep lantaran suaminya, KH Abu Shofyan, telah tiada. Setelah menjadi bagian dari kelurga besar Nyai Hj Aqidah Usymuni, ia diberi tugas menjadi pengasuh pertama Pondok Pesantren Aqidah Usymuni.

Seiring waktu berjalan, KH Ahmad Safradji dikenal sebagai sosok kiai rendah hati dan tetap haus akan ilmu. Ia tidak pernah merasa pintar. Bahkan, di tengah kesibukannya mengajar, merawat pesantren, dan berkelilingi ke berbagai daerah untuk menghadiri pertemuan alumni Pondok Pesantren Aqidah Usymuni, Kiai Ahmad Safradji masih menyempatkan diri untuk membaca kitab-kitab kuning dan bahkan berhasil menulis lima buku.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan