Kemuliaan Bergaul dengan Orang-orang Berilmu

1,290 kali dibaca

Ilmu tidak ujuk-ujuk datang dengan sendirinya. Perlu proses dan usaha. Pada diri manusia, ilmu menjadi pembeda dengan makhluk lain seperti hewan. Bahkan, manusia bisa berada pada derajat yang lebih mulia dari malaikat karena faktor ilmu. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Advertisements

Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”

Berdasarkan dalil tersebut, ilmu memang dari Allah. Akan tetapi prosesnya melalui seorang guru (baca: kiai) yang memiliki sanad. Makna sanad ini seperti “filosof air”, mengalir dari hulu hingga hilir. Maka, kiai atau ulama yang bermanhaj ahlussunah waljamaah dapat diibaratkan sebagai hilir yang terjaga dari keruhnya atau sesatna pemikiran hingga jauh dari maksud dan tujuan agama Islam.

Islam sendiri telah ditetapkan sebagai agama yang paripurna berdasarkan firman Allah:

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ فَمَنِ ٱضْطُرَّ فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bagi umat Islam landasan tentang segala hal yang berkaitan dengan agama bersumber dari al-kitab dan as-sunnah.

Selanjutnya, bagaimana apabila ada peribadatan yang baru dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad, semisal melaksanakan solawatan , yasinan, mauludan, atau lain sebagiannya?  Ibadah pada prinsipnya adalah tawaqquf. Segala hal yang dikategorikan sebagai ibadah tidak boleh dilaksanakan kecuali ada dalil yang melegitimasinya. Maka, jika ibadah yang dibuat-buat tanpa ada dalih pasti itu kesesatan.

Sementara itu, peribadatan yang bersinggungan dengan budaya dan kearifan lokal yang tidak ada dasar dalil perintah atau larangannya, maka diperbolehkan. Dengan demikian, ittiba kepada ulama atau kiai menjadi keharusan. Kenapa? Sebab informasi dan publikasi tentang Islam tidak lagi datang dari Nabi Muhammad, akan tetapi dilanjutkan para ulama. Ini sesuai dengan hadits Nabi:

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan