Kematian, Hadiah Terindah Seorang Mukmin

2,551 kali dibaca

Dalam hidup ini, mungkin telah sering kita menyaksikan ragam jalan kematian. Kematian selalu mendadak, kadang didahului suatu tanda, kadang juga tanpa isyarat atau firasat sama sekali. Kita mungkin merasakan banyak perasaan yang campur aduk. Kematian menghadirkan banyak model perasaan. Entah haru, sedih, tersentak kaget, dan bahkan terdiam dalam senyum yang entah.

Ada kisah menarik, ketika suatu hari penulis menemukan hal yang jauh dari mainstream yang disebutkan dalam kitab Ihya Ulumuddin karya karya Imam Ghozali. Bahwasanya, orang yang telah meninggal sebenarnya bukanlah orang yang pantas untuk ditangisi. Tetapi malah orang yang masih hiduplah yang lebih pantas untuk ditangisi. Kenapa bisa demikian? Menurut pemahaman penulis terkait statemen Imam Ghozali itu, orang yang telah meninggal tergolong lebih dekat pada rahmat Allah, meskipun juga bisa lebih dekat dengan murka Allah. Tetapi bagi umat muslim, seyogyanya mereka jauh lebih dekat dengan kasih sayang Allah, sebab mereka menyembah Allah, bertauhid. Inilah yang menjadikan mereka tidak lebih pantas untuk ditangisi. Selama mereka khusnul khotimah, maka itu lebih baik daripada masih dalam kehidupan yang belum tentu muara akhir hayatnya.

Advertisements

Rasulullah bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang menahan hawa nafsunya dan menyiapkan bekal untuk setelah kematian.”

Dalam agama Islam, aktivitas mengingat kematian adalah hal yang terpuji. Ini dikarenakan muara kehidupan yang sebenarnya adalah sesuatu yang hanya nampak setelah manusia menjumpai kematian. Bukannya menakutkan, justru sebagian ulama mutaqoddimin (terdahulu) melanggengkan kesadaran untuk selalu mengingat kematian, siang malam. Tapi pertanyaannya adalah mengapa harus mengingat kematian? Bukankah kematian itu pasti, mengapa perlu diingat-ingat?

Mengingat kematian membuka ketersadaran kontemplatif yang dapat membuat pelakunya lebih mawas diri dalam mengarungi bahtera kehidupan yang dipenuhi tipu-daya dan kepalsuan. Seseorang yang jarang ingat akan kematian akan mudah lupa. Sementara lalai dalam kehidupan dunia adalah awal menuju kehancuran. Lalai di sini maksudnya adalah lalai pada kesejatian hidup. Lalai yang demikian ini berarti lalai pula pada Allah. Dan tentunya dia akan lalai pada tujuan hidup.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan