Karena Nama Sama

4,151 kali dibaca

Waktu itu tahun 2000-an. Untuk mengakses bacaan bil khusus sastra, sampean tahu, tidaklah semudah sekarang. Sampean kudu sabar menunggu seminggu sekali terbitnya koran Minggu yang menyediakan rubrik sastra di antara gemrungsung halaman-halaman berita dan iklan. Atau, apabila sampean ingin membaca majalah khusus sastra, maka sampean kudu sabar menunggu sebulan sekali. Itu pun dengan catatan apabila sampean punya uang untuk membelinya.

Saat itu, agaknya saya mulai jatuh hati pada sastra, yang mana dalam benak saya kerap muncul dorongan untuk membacanya, yakni dengan cara: apabila sedang ada duit maka saya membeli beberapa koran Minggu baik terbitan lokal, daerah, maupun nasional.

Advertisements

Namun, karena boleh jadi kantung saya lebih sering kosong, maka inilah yang lebih sering saya lakukan: pada Minggu pagi saya silaturahmi ke rumah “senior”, seorang penyair yang kondisi keuangannya lebih mapan, kemudian menyuruh saya membeli koran-koran tersebut di kota kecamatan—beberapa jarak dari rumahnya—, kemudian kami membaca bersama secara bergantian di beranda rumahnya, barang tentu sembari ngopi dan sesekali larut dalam obrolan.

Demikianlah, hingga suatu saat saya punya uang cukup untuk berlangganan dua majalah sastra kesukaan, yakni Horison dan Annida. Maka, saya pun berlangganan keduanya untuk setahun ke depan. Kemudian, setelah beberapa kali majalah tersebut terkirim lancar sampai ke rumah, suatu hari pada tanggal-tanggal di mana kiriman itu biasanya telah sampai, kegelisahan mulai menimpuk benak seiring saya mempersoalkan kenapa kiriman tersebut tidak kunjung datang, sementara keinginan membacanya pun kian menambah kegelisahan saya—dan ini berlangsung cukup lama hingga beberapa minggu ke depan.

Suatu waktu, karena ada keperluan, saya dolan ke rumah seorang lilik yang juga seorang takmir masjid di kampung kami. Sesampai di dalam rumahnya—yang cuma beberapa jarak dari rumah saya—, tanpa sengaja saya melihat beberapa majalah tergeletak di meja ruang tengahnya yang mana saya langsung menghampirinya, dan rupanya itu adalah edisi terbaru majalah-majalah kesukaan saya tersebut. Kemudian, seusai saya bertanya, apakah ia berlangganan majalah-majalah itu, ia menggeleng, lalu memberitahu saya bahwa majalah-majalah itu di kirim ke masjid—mungkin untuk bacaan jemaah masjid.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan