Karena Manusia Diciptakan Berbeda

1,249 kali dibaca

Masyarakat Nusantara sudah terlatih hidup dalam perbedaan jauh sebelum isu-isu kesetaraan dan pemenuhan hak asasi menjadi sebuah diskursus yang serius. Bayangkan saja, jauh sebelum Muhammad bin Abdullah diutus menjadi Nabi dan Rasul, Nusantara sudah menjalani kehidupan dengan sangat tersistem, terkonsep, dan beradab. Kerajaan Kadiri dan Jenggolo, Kerajaan Singosari, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram, dan semua kerajaan di Nusantara mempunyai sistem yang genuine dan sangat kontekstual dengan kehidupan masyarakat pendukungnya.

Lantas, apakah Islam pada masa itu memaksa manusia-manusia di bumi Nusantara untuk menjadi satu entitas yang sama, dengan harus mempunyai guru yang sama, cara berpikir yang sama, dan ideologi yang sama?

Advertisements

Tentu, jawabannya “tidak!”. Islam justru memberikan ruang kepada manusia-manusia Nusantara untuk liberate atau menemukan kebebasan. Maksud dari kebebasan adalah bahwa Islam adalah sebuah ideologi dan cara berpikir yang multikultur, sehingga substansi keislaman selalu cocok dan layak diterapkan untuk semua jenis suku, ras, dan latar belakang manusia. Itulah yang membuat Islam akhirnya cepat tumbuh dan berkembang di Nusantara hingga akhirnya saat ini menjadi umat Muslim terbesar di dunia.

Lalu, jika Islam tidak mengahruskan untuk sama, apakah bisa menyembah Tuhan dengan cara yang berbeda juga?

Saya akan berangkat dengan satu pemahaman yang mendasar tentang “menyembah”. Perilaku menyembah menandai bahwa ada yang disembah. Untuk bisa menyembah tentu jauh sebelum perintah itu, subjek yang disembah, dalam hal ini adalah Allah, sudah menciptakan regulasi atau aturan dalam sebuah ritus.

Maka, jika yang ditanyakan adalah cara menyembah yang syari, yang sesuai aturan, maka tentu rujukannya adalah hukum syariat, yaitu menyembah melalui salat. Dan, penyembahan ini berlaku sama untuk setiap muslim.

Namun, apakah kita hanya menyembah melalui salat yang hanya diwajibkan sangat terbatas dalam hari-hari kita? Lalu, bagaimana dengan sisa waktu kita yang tidak dialokasikan untuk salat? Apakah bukan pada kerangka penyembahan, dengan artian, setelah salat apakah kita murtad?

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan