Tren jilbab sejak tahun 2000-an mulai dilirik oleh beberapa industri, karena jilbab bukan hanya dipakai kaum santri, tapi masyarakat umum juga mulai menggandrungi pemakaiannya. Jilbab juga menjadi industri fashion. Bahkan, kini jilbab juga merambah dunia keartisan dan masyarakat metropolitan. Padahal sebelumnya, perempuan yang memakai jilbab terutama santri, dianggap kolot serta kampungan dan terkesan terbelakang dari segi ilmu pengetahuan alam (sains), teknologi, dan intelektual.
Namun tidak demikian di era milenial seperti sekarang ini. Di Indonesia sendiri jilbab mengalami perkembangan yang sangat pesat mulai dari model, bahan, dan cara pemakaiannya. Jilbab juga dirangkaikan dengan cadar mulai ramai.
Beberapa industri fashion menyediakan stok jilbab yang cukup beragam dalam berbagai varian warna dan style. Para desainer pun berlomba-lomba untuk menciptakan mode jilbab terbaru dan menarik. Ada nama-nama beken seperti Dian Pelangi, Jenahara Nasution, Zaskia Sungkar, dan masih banyak lagi.
Istilah jilbab di Indonesia sendiri terkadang juga disebut kerudung, kadang juga disebut busana muslimah, dan saat ini lebih populer dengan hijab. Alwi Alatas mendefinisikan jilbab sebagai pakaian yang menutupi seluruh bagian tubuh kecuali wajah, telapak tangan. Jilah dimaknai sebagai pakaian yang menutupi aurat hingga pergelangan tangan dan telapak kaki hingga pergelangan kaki (Alwi Alatas dan Fifrida Desliyanti, Revolusi jilbab, cet 1, Jakarta: Al-I’tison Cahaya Umat, 2001).
Masalah jilbab dan hukum memakaiannya seringkali menimbulkan kontroversi dan perdebatan di antara para ulama, bahkan yang bukan para ulama. Ada yang mengatakan bahwa jilbab hanyalah tradisi perempuan Arab dan tidak wajib untuk perempuan di luar Arab (Ajami). Ulama yang berpendapat demikian misalnya Muhammad Shahrur. Shahrur menganggap bahwa tradisi berjilbab hanya wajib untuk keluarga Nabi dan keturunannya saja. (Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, terjemahan Nahwa Ushul Jadidah, Yohyakarta: EISAQ Press, 2004, hal 19).