Jalan Jodoh Santri

1,649 kali dibaca

Ahad pagi ini merupakan hari yang di luar kebiasaan. Nopi tidak bisa melihat serial Doraemon, film kesukaannya. Ia harus berangkat mengajar di Madrasah Pondok Pesantren Al-Hikmah.

“Pagi-pagi mau mandi. Kamu mau mana ke mana?” tanya Bu Ismi, ibu Nopi.

Advertisements

“Saya lupa menceritakan ke ibu, kalau MA tempat saya mengajar liburnya hari Jumat. Hari ini saya ada jadwal mengajar di MA Bu.”

“Minggu-minggu masa masuk sih, Nop?” celetuk Mbak Ayu.

“Kata Pak Kiai Pesantren Al-Hikmah, ‘hari Jumat itu sayyidul ayam atau tuannya hari. Sebagai umat muslim, kita harus menghormatinya dengan cara memperbanyak ibadah.’ Makanya diliburkan, Mbak.”

Sejak awal berdiri sampai sekarang, pengurus Pondok Pesantren Al-Hikmah memang sudah menyepakati bahwa meliburkan aktivitas santrinya di hari Jumat. Ketika awal wawancara seleksi menjadi guru Madrasah Aliyah Al-Hikmah, Nopi sudah beritahu oleh Pak Heru bahwa jika Nopi diterima sebagai guru, ia harus masuk di hari Ahad.

Jarak rumah Nopi ke MA sekitar 12 km, tetapi uniknya harus keluar dari kabupatennya. Ia tinggal di Kabupaten Nganjuk, sedangkan MA di Kabupaten Kediri. Ia juga harus melintasi tiga kecamatan. Dengan mengendarai motor Supra X peninggalan ayahnya, hanya butuh waktu 20 menit dengan kecepatan 50 km/jam.

Sesampainya di madrasah, Abah Dain, Kepala MA Al-Hikmah, sedang berdiri di depan kantor dekat pintu masuk siswa. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap pagi sebelum pukul 07.00. Beliau mengawasi para santri yang berangkat ke sekolah.

Para guru yang datang langsung menyalami Abah dengan mencium tangannya. Adab ini baru diketahui Nopi karena ia tidak pernah nyantri. Usai bersalaman dengan Abah, Nopi hendak menuju kantor guru, tetapi Abah menghentikan langkahnya dengan sebuah pertanyaan.

“Bapak sudah menikah?”

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan