Implementasi Tasamuh (3-habis)

953 kali dibaca

Rasulullah Saw bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang memiliki hati yang mahmum, dan lisan yang jujur.”

Kemudian beliau ditanya: “Apakah hati yang mahmum itu, ya Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab: “Hati yang mahmum adalah hati yang bertakwa kepada Allah Swt, bersih, tidak ada sikap guluw (melampaui batas), juga tidak memilii rasa dengki.

Advertisements

Kemudian, beliau ditanya lagi: “Siapa lagi (yang lebih baik) setelah mereka?”

Beliau menjawab: “Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat. Rasulullah Saw ditanya lagi: “Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?” Beliau menjawab: yaitu orang mukmin yang berbudi pekerti luhur.”

Hadis Nabi Muhammad Saw tersebut menjadi dasar untuk menegaskan bahwa toleransi memiliki makna yang komprehensif dalam Islam, baik secara internal maupun eksternal. Karena itu, toleransi tidak akan bisa jika tidak dimunculkan dari hati setiap insan. Dari sini bisa dipahami bahwa toleransi bukan saja memerlukan keterbukaan setiap orang untuk menerima pendapat, tapi juga membutuhkan pengorbanan spiritual maupun material, lahir-batin.

Dari sinilah kata as-samahah (toleransi) menjadi pedoman bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah atau bersosial (hablun minnas) yang juga didorong oleh spiritual batin (hablun minallah).

Dalam sejarah Islam, perkembangan Islam ke berbagai wilayah di luar Jazirah Arab dengan begitu pesat dan cepat. Itu menunjukkan bahwa agama Islam datang sebagai rahmatan lil alamin, yaitu mengayomi semua yang ada di alam ini.

Ekspansi-ekspansi Islam ke Mesir, Syiria, Spanyol, Persia, Asia, dan seluruh dunia, juga dilakukan melalui jalan damai, tidak melalui paksaan. Islam tidak memaksakan agama mereka (penduduk yang akan ditaklukkan), sampai mereka menemukan kebenaran Islam melalui dialog dan interaksi intensif.

Tinggalkan Balasan