Ibadah Puasa dan Teologi Pembebasan

678 kali dibaca

Secara legal formal, berdasar syariat (hukum Islam), ibadah puasa merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat Muslim di dunia. Sebab, ia termasuk salah satu dari kelima rukun Islam yang wajib ditunaikan. Sehingga, apabila ada orang mengklaim dirinya Islam, kemudian tidak menjalankan kewajiban puasa, maka keislamannya tidaklah sempurna dan patut kiranya untuk dipertanyakan kembali.

Dalam literatur kitab fikih baik klasik maupun kontemporer, para ulama berkonsensus bahwa kewajiban ibadah puasa hanya berlaku bagi orang Islam, berakal, balig, serta mampu untuk menunaikannya.

Advertisements

Sebaliknya, apabila tidak sesuai dengan kriteria atau ketentuan tersebut, maka kewajiban puasa tidak berlaku baginya. Namun perlu dicatat, ketidakmampuan seseorang bukan berdasarkan diri sendiri, melainkan sesuai dengan syariat atau orang yang kompeten di bidangnya. Ditentukan dokter, misalnya.

Perihal kewajiban ibadah puasa ini, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183, yaitu:

يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Dari sini, kita bisa memahami bahwa ibadah puasa dalam konteks legal formal syariat adalah bertujuan untuk membentuk ketakwaan setiap umat Muslim. Artinya, orang yang berpuasa bukan sekadar menjalankan kewajiban agama, melainkan juga sebagai bentuk latihan rohani atau spiritual dalam mencapai tingkatan hidup yang lebih baik di sisi Allah dengan memperoleh predikat makhluk bertakwa.

Karena itulah, orang yang berpuasa berupaya semaksimal mungkin untuk menghindari hal-hal yang dapat membatalkan terhadap ibadah puasa, baik dari segi zahir (seperti makan, minum, dan berjimak) maupun batin (menggunjing, memfitnah, menyakiti, mengadu domba, ujaran kebencian, menyebarkan hoax, dan lain-lain). Kesemuanya ini merupakan sudut pandang legal formal syariat.

Teologi Pembebasan

Lantas bagaimanakah ibadah puasa dari sudut pandang teologi pembebasan? Atau, apakah sekadar ritual keagamaan yang wajib dijalankan? Untuk itu, patut kiranya mengetahui terlebih dahulu apa itu teologi pembebasan dan bagaimanakah teologi pembebasan memaknai ibadah puasa.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan