Guru dan Cermin Moralitas Bangsa

1,706 kali dibaca

Termaktub dalam serat Ranggawarsito: bahwa kata “guru” merupakan kependekan dari frasa digugu lan ditiru (dianut dan dicontoh). Karena itu tak lazim bagi siapa pun yang tidak hormat dan patuh kepada gurunya. Secara sosio-kultural, guru adalah profesi yang sangat dihormati dan dimuliakan.

Ini selaras dengan petuah ahli hikmah: Man qoola lisyaikhi lima, lam yuflih abada. Artinya kira-kira begini: barang siapa yang berkata kepada guru kenapa karena suatu alasan, maka hidupnya tidak akan beruntung. Betapa mulia dan agungnya kedudukan guru atas muridnya, sampai bertanya perihal alasan saja seharusnya dihindari.

Advertisements

Suatu waktu, Imam al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Atthos berkata, “Siapa saja yang bertawasul kepadaku, tapi tidak bertawasul kepada muridku, Ali Baros, maka tawasulnya akan aku tolak.” Hal ini menunjukkan bagaimana kedudukan seorang murid yang mampu membanggakan gurunya akan memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah.

Suatu ketika, saat sedang mengajar, tiba-tiba al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Atthos berkata kepada semua murid yang hadir, bahwa Nabi Khidir As (Balya bin Malkan) telah datang dan menunggunya di depan pintu. Mendengar penuturan tersebut, para murid penasaran, sehingga mereka berebut keluar untuk memastikan perkataan guru dan ingin bersalaman dengan Nabi Khidir.

Ketika semua sedang keluar, ada satu murid masih tetap duduk di tempatnya, tanpa berubah sedikitpun. Al-Habib Umar bin Abdurrahman yang mengetahui hal itu, bertanya kepada si murid: “Gerangan apa yang membuatmu tetap duduk di posisi semula?” Si murid menjawab: “Mengapa aku menemuinya, sedangkan ia ke sini untuk bertemu denganku. Jika aku bersama denganmu, maka aku akan bertemu denganya.”

Mendengar penuturan si murid, al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Atthos berkata: “Karena berkat keyakinanmu kepada gurumu, mulai sekarang, siapa saja yang bertawasul kepadaku, maka harus melaluimu.”

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan