Cium Tangan dan Hukum-hukumnya

6,643 kali dibaca

Belum lama ini saya menonton acara Kabar Arena di salah satu chanel TV swasta. Dalam tayangan berita olah raga ini disoroti para pemain Timnas Sepak Bola U-19 yang selalu mencium tangan pelatih sebelum dan sesudah berlaga. Shin Tae-yong, pelatih Timnas Indonesia dari Korea Selatan, menyambut baik anak buahnya dengan mengizinkan tangannya dicium.

Kebiasaan cium tangan pemain sepak bola Indonesai dimulai sejak Indra Safri menjadi pelatih. Pelatih fenomenal ini selalu memberikan kebiasaan untuk menghormati orang yang lebih dewasa, bahkan kepada wasit sepak bola yang bukan muslim sekalipun.

Advertisements

Bagaimana fenomena ini menurut Islam? Adakah tuntutan syari terkait cium tangan?

Bagi seorang santri, cium tangan merupakan hal lumrah. Kepada ulama, kiai, ustadz, orang tua, atau orang yang lebih dewasa —dari sejak kecil— sudah dibiasakan untuk cium tangan. Bersalaman dengan cara cium tangan merupakan bentuk penghormatan kepada yang lebih tua atau pun yang dituakan.

Tetapi, tidak semua orang (dewasa, tua, dituakan) mau tangannya dicium. Misalnya, ada beberapa pengasuh pesantren yang enggan tangannya dicium. Alasannya karena tidak ingin dihormati secara berlebihan, atau ada alasan lain yang lebih spesifik dan subyektif.

Secara umum, di Indonesai, jabat tangan dengan cara cium tangan sudah menjadi kebiasaan. Ini adat ketimuran untuk menghormari orang yang lebih tua, atau sebagai bentuk etika sosial kepada orang yang lebih dewasa. Di kalangan atlet batminton, Gresia Polly dan Apriani Rahayu seringkali mempraktekkan cium tangan kepada wasit, dan hal ini tidak menjadi masalah. Cium tangan merupakan nilai kesopanan yang perlu dilestarikan demi etika generasi muda tetap terjaga.

Cium Tangan Menurut Syari

“Dari Usamah bin Syarik, kami bertemu Rasulullah lalu kami mencium tangannya” (HR. Ibnul Muqri dalam Taqbilul Yad, berkata Ibnu Hajar dalam Al-Fath sanadnya kuat).

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan