Cara Santri Ber-NKRI

871 kali dibaca

Saat ini, ada dua kutub superkuat yang menarik masyarakat: ikatan global dan ikatan primordial. Komunitas global disebabkan kemajuan teknologi informasi berupa internet. Dalam kasus umat Islam Indonesia, ini tidak hanya berkaitan dengan agama, tapi juga- yang paling parah – adalah getolnya gerakan Neo Pan Islamisme berupa gerakan khilafah atau daulah islamiyah ala ISIS.

Harakah primordial atas kesamaan agama di Indonesia juga bergeliat sejak awal Kemerdekaan. Gebrakan kelompok yang hendak mendirikan Negara Islam seperti Kartosuwiryo dan Kahar Muzakar, secara ideologis, terus berdengung di belantara negara ini dan bersatu padu dengan gerakan sejenis khilafah dan ISIS. Pertemuan dua kutub gerakan global dan primordial yang berasaskan kesamaan agama ini,  secara ideologis dan sosial, hingga sekarang masih mengancam NKRI.

Advertisements

Menguatnya ikatan global dan primordial tersebut, kata Cornelis Lay dalam makalahnya yang berjudul Nasionalisme dan Negara Bangsa (2006), tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di banyak negara. Di Indonesia, sebagian masyarakat Indonesia tidak peduli dengan nasionalisme, bahkan ada yang ingin menjadi daerah merdeka berdasarkan primordialisme komunalnya, karena kecewa kepada negara

Santri atau katakanlah pesantren sebenarnya juga banyak dikecewakan oleh negara. Sekian lama negara tidak acuh terhadap keberadaan pesantren. Untungnya, dari awal pesantren mandiri dalam banyak hal. Pilar kehidupannya tidak bergantung pada negara. Namun, nampaknya, jika dibiarkan, negara akan lupa diri. Negara perlu diingatkan. Ini yang dilakukan Kiai Mahfudz Husaini, Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep, Madura.

Kiai Mahfoudh Husaini, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep,menurut penuturan Kiai M. Faizi, membuat proposal dan menyerahkan proposal tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala berkunjung ke Annuqayah.

Dalam proposal tersebut, Kiai Mahfoudh mendesak agar negara memperhatikan pendidikan pesantren dengan mengucurkan bantuan yang kelak dikenal dengan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Beliau mengingatkan, bahwa bantuan tersebut bukan kebaikan hati negara, melainkan sedikit utang yang harus ia bayar kepada lembaga yang mengorbankan darah demi kemerdekaan bangsa ini.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan