Pohon mangga di halaman gubuk Nenek Salimah akhirnya berbuah untuk pertama kalinya. Tak sia-sia ia menanamnya. Kini buahnya bergelantungan di ranting pohon mangga yang tingginya hanya sepadan dengan badan manusia. Pohon mangga itu berbuah empat biji. Dua di ranting yang menjulur ke utara, duanya lagi di ranting yang menjulur ke selatan. Dahannya yang masih kecil, seukuran ibu jari manusia, nampak melengkung ke bawah, tidak terlalu kuat untuk menanggung beban buah mangga yang besarnya hampir sepadan dengan kaki manusia.
Setiap hari Nenek Salimah memeriksa keempat buah mangganya. Menurut perkiraannya, dua buah mangga yang menjulur ke utara lebih meyakinkan untuk jatuh lebih dulu. Di samping warnanya yang sudah menguning, tangkainya juga sudah menampakkan tanda-tanda akan mengering. Ia yakin, satu atau dua minggu lagi salah satu dari kedua buah mangga itu akan jatuh. Dan sisanya, dua mangga yang rantinganya menjulur ke selatan, ia niatkan untuk disedekahkan ke suarau Kiai Mus.
Sudah sejak dua tahun yang lalu Nenek Salimah ingin bersedekah buah-buahan saat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW di surau Kiai Mus. Tapi karena ia tidak punya cukup uang untuk membeli buah-buahan, harapannya pun tidak bisa ia wujudkan. Kebetulan waktu itu ada tetangganya yang menebang pohon mangga. Nenek Salima meminta salah satu dahannya untuk di tanam, dengan harapan buahnya dapat dipetik saat bulan maulid tiba.
Saat peringatan Maulid Nabi tinggal seminggu, keempat buah mangga Nenek Salima masih belum juga jatuh. Tiga minggu lalu, Nenek Salima sangat yakin kedua buah mangga yang menjulur ke utara itu akan jatuh minggu ini. Warnanya yang sudah menguning, dan tangkainya yang sudah mulai mengering, sangat menguatkan dugaannya. Tapi kenyataannya, dua buah mangga itu masih bergelantungan di ranting yang sudah kering itu. Ingin rasanya Nenek Salima memetik salah satu buah mangganya. Tapi perkataan mendiang ibunya dulu selalu menghantui pikirannya.