Berandai-andai Indonesia Menjadi Khilafah

1,466 kali dibaca

Sudah 75 tahun merdeka, masih selalu ada kelompok-kelompok yang terus mencoba-coba untuk mengganti dasar dan mengubah bentuk negara. Belakangan, misalnya, Indonesia terus dibombardir dengan paham khilafah (khilafahisme) dengan berbagai cara, termasuk melalui film bertajuk Jejak Khilafah.

Melalui film ini, mereka ingin membangun sebuah opini bahwa beberapa kerajaan atau kesultanan di Nusantara pernah menjadi bagian dari kekhalifahan Utsmaniyah (Turki). Dengan demikian, seakan-akan menjadi sesuatu yang historis jika mereka kemudian ingin mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi negara kekhalifahan.

Advertisements

Tulisan ini tak hendak membahas perdebatan teknis soal khilafah dan kekhalifahan. Sudah banyak tesis atau pendapat ulama dan ahli tentang ini. Tulisan ini justru mengajak untuk berandai-andai bahwa kita setuju dengan paham khilafah. Dengan itu, kita andaikan NKRI berubah menjadi “Kekhalifahan Indonesia”.

Mungkinkah? Mungkin, jika seluruh persyaratan terpenuhi dan disetujui oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia. Setidaknya, ada lima persyaratan yang harus dipenuhi dan disetujui, yaitu yang menyangkut bentuk negara, dasar negara, sistem pemilihan khalifah, sistem pemerintahan, dan teritori atau wilayah kekuasaannya.

Yang pertama adalah bentuk negaranya. Tentu, karena telah menganut paham khilafah, bentuk negaranya adalah kekhalifahan. Tapi pertanyaannya adalah, kekhalifahannya siapa yang mau dirujuk?

Kita tahu, sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga Kekhalifahan Utsmaniyah ada banyak kekhalifahan yang dalam praktik bentuknya berbeda-beda. Sejarah sudah membuktikannya. Bahkan, sesungguhnya, Kekhalifahan Utsmaniyah lebih menyerupai kekaisaran pada masanya, seperti halnya kekaisaran-kekaisaran di wilayah Eropa maupun Asia. Begitu juga, kekhalifahan-kekhalifahan sebelum Utsmaniyah mirip-mirip dengan kerajaan-kerajaan di masanya di berbagai belahan dunia. Yang membedakan hanya agama yang dianut.

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, maka bentuk-bentuk negara mulai berubah dan menyesuaikan diri. Ketika pada abad ke-19 mulai dikenal konsep negara bangsa (nation state), maka dimulailah era bentuk negara modern seperti yang kita kenal sekarang. Pada masa ini, bentuk-bentuk negara lama dianggap sudah tidak cocok. Bahkan, negara-negara dengan bentuk kerajaan atau kekasairan atau kesultanan yang masih bertahan pun, kini dalam praktiknya mengikuti konsep negara bangsa atau negara modern. Di Indonesia masih ada kerajaan dan rajanya bergelar sultan yang eksis, tapi ia menjadi bagian dari NKRI. Dengan demikian, bentuk negara kuno itu memang sudah tidak cocok dengan perkembangan peradaban manusia.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan