Bapak

1,279 kali dibaca

Saat aku melewati jalan menuju jembatan tanpa nama, kabut-kabut menutup jalan, sungai seperti surut berubah menjadi hamparan kabut tebal. Kendaraan yang berlawanan arah, tiba-tiba muncul dari balik kabut-kabut tebal mengandung embun. Tiang-tiang jembatan seperti menghilang, tersisa aspal untuk pijakan roda motor yang kami kendarai. Sementara, dingin menguliti tubuhku. Bapak memakai jaket loreng, sementara aku memakai seragam pesantren.

Setiap pagi akan terjadi pemandangan seperti itu. Aku teringat, ketika aku duduk di kelas lima sekolah dasar pada pelajaran IPA, bahwa sebenarnya kabut mengandung air dan gas. Apabila menempel di benda, kabut akan menjadi air, alias embun, tetapi apa bila kabut itu terbang ke udara dan terpapar sinar matahari akan berubah menjadi gas. Setiap aku melawati kabut, aku berimajinasi mengerikan. Bagaimana tidak, seorang makhluk bertaring berbadan besar dan gempal berwarna hijau, dengan mata melotot seperti hendak keluar, dan air liur menjijikkan di area mulutnya menetes setiap waktu.

Advertisements

Waktu aku kecil, setiap aku dibonceng bapak, aku selalu mendekam di balik punggungnya yang perkasa.

“Jangan katakan kalau kamu takut pada bayangan mengerikan yang sebenarnya itu tidak ada,” kata bapak. Aku hanya diam.

“Orang yang takut bayang-bayang di masa depan, adalah orang yang ditakdirkan untuk tidak maju. Artinya, orang seperti itu tidak mau ambil risiko. Padahal, di dunia ini tidak ada yang tidak berisiko.

Aku tidak ambil pusing dengan ucapan bapak, sebab aku tidak mengerti apa maksudnya berucap seperti itu. Yang aku tahu, kabut-kabut itu akan selalu ada di pagi hari dan kabut itu membuat baju dan bajunya tampak sedikit basah.

Bapak mengendarai motor dengan kecepatan pelan, tidak sampai 40 km/jam. Ia begitu waspada dan berhati-hati dengan jalanan yang dipenuhi kabut.

Meskipun jalanan tak seramai beberapa waktu kemudian, tetapi tetap saja berbahaya, karena kabut selalu menutupi pandangan. Bisa saja, ada kendaraan muncul dari arah berlawanan. Yang lebih mengkhawatirkan lagi ketika ada truk melaju ke arah kami. Keadaan seperti itu membuat jantung kami tak karuan. Kalau kata Bapak, tentunya dengan bahasanya sendiri, katanya deg-deg serrr.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All