Asap Dapur Penutup Aib

1,655 kali dibaca

Kepul asap dari tungku dapur membumbung ke corong atap. Mak Didit duduk di dekat tungku perapian menjaga bara api agar tidak padam. Sedang Didit menatap nyalang panci yang tengah dipanggang itu. Maknya segera mengangkat panci dari tungku. Ketika tutup panci yang sudah agak peyok itu dibuka, asap kukusan menguar aroma khas. Didit beranjak dari duduknya. Berdiri setengah berjinjit untuk melihat isi dalam panci tersebut.

“Nasi aking lagi, Mak?”

Advertisements

Maknya mengangguk lemah. Sedang tangannya cekatan memindahkan nasi aking yang masih panas ke dalam baskom. Didit bermuram durja. Ia berharap hari ini maknya memasak nasi baru.

“Makan saja apa yang ada. Mak tak punya uang.”

Didit melangkah gontai menjemput nasi aking hangat bertabur garam yang akan mengganjal perutnya hari ini. Tak ada yang istimewa, selain rasa hambar sedikit asin yang kadang kala menyangkut di tenggorokan ketika ditelan. Tidak terhitung sudah berapa kali sendok keluar masuk mulutnya. Tidak ada sedikit pun rasa lezat dari nasi sisa tersebut, selain hanya kenyang yang dirasakannya.

Didit segera menyelesaikan makannya karena teman-temannya sudah memanggil untuk berangkat mengaji. Bocah itu langsung berlari ke luar rumah. Mak memandangi Didit dari balik pintu. Bocah bertubuh kurus, berambut kusut tak terurus, dan berkaus lusuh itu terlihat berbeda di antara kerumunan anak-anak tersebut. Tentu. Mak sangat mengenali anaknya: bocah bertubuh ceking yang kerap kali dijuluki teri oleh teman-temannya. Tulang-tulang sangat kentara menonjol di balik kulitnya.

Didit sempat didiagnosa gizi buruk karena berat badan tidak seimbang dengan usianya. Kala itu di sekolahnya sedang mengadakan pemeriksaan kesehatan. Badan teman-temannya sehat dan kuat, sedang dirinya masih jauh dari kata ideal. Ini bukan kali pertama Didit diduga mengalami gizi buruk, sebab sedari kecil ia selalu memiliki berat badan yang jauh lebih kecil dibandingkan anak-anak seusianya.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan