Adab dalam Bertarekat

2,237 kali dibaca

Saya mengawali tulisan ini dengan penjelasan tentang awal mula motif penulis dalam penulisan buku ini. Menarik untuk saya singgung, karena H Abdur Rosyid diliputi kegalauan setiap kita membaca turats atau kitab-kitab klasik di pesantren karya ulama terdahulu. Abdur Rosyid mengaku banyak menemukan bahwa motif dari pengarang kitab tersebut bukan dari keinginan sang pengarang, melainkan “atas pesanan atau atas permintaan atau atas keinginan” orang lain. Bukan murni ide penyusun kitab itu sendiri.

Bagi Abdur Rosyid, permintaan tersebut dikarenakan keahlian dari masing-masing penyusun kitab. Sehingga mereka diminta untuk menulis kitab agar kemampuan yang mereka miliki bisa ditiru atau diamalkan orang lain. Seperti contoh yang dikemukakan penulis. Dalam bidang tasawuf dan tarekat, contohnya, Abdur Rosyid menyebutkan bahwa motif dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany dalam menulis kitab Al-Ghunyah li al-Talib Tariq al-Haq fi al-Akhlaq wa al-Tasawwuf wa al-Adab al-Islamiyyah ialah permintaan dan permohonan dari pengikutnya.

Advertisements

Contoh lain, seperti dalam bidang fikih, Syaikh Ahmad ibn Ruslan Al-Syafi’i yang mengarang kitab Zubad. Juga bidang tauhid, Syaikh Nawawy al-Jawy al-Bantany dalam mengarang kitab Tijan Durary. Motif mereka menulis kitab yang sama-sama dilatari oleh permintaan dari teman-teman mereka.

Dalam pengantar buku ini,  Abdur Rosyid menyatakan bahwa, “Motif penulisan buku ini justru sebaliknya, karena penulis sama sekali tidak tahu adab yang harus dilakukan dalam dunia akhirat. Ketidaktahuan inilah yang kemudian membuat penulis banyak melanggar adab, yang tidak boleh dilakukan dilanggar dan yang harus dilakukan tidak dikerjakan.” (hal. vi.)

Abdur Rasyid kemudian menceritakan kronolgi bagaiamana dahulu pada 2000-an, salah satu gurunya, Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqi, pendiri Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya, menyuruh santri dan pengajar untuk memiliki kitab Lawaqih al-Anwar a al-Qudsiyyah fi Ma’rifah Qawa’id al-Shufiyyah karangan Syaikh ‘Abd al-Wahhab al-Sha’rani. Sebagai guru tarekat (Kyai Asori) memang jarang menyampaikan maksud dari perintah itu secara vulgar atau to the point. Dalam dunia tarekat terdapat adagium “murid yang baik itu bukan yang patuh terhadap perintah, tapi yang paham terhadap isyarat”.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan